( Renungan di Sebuah Rumah Makan,
setelah bertemu sahabat lama yang hampir 10 Tahun tidak bertemu,
Jazakhilah akh buat ceritanya , semoga mjd ibrah buat kita semua )
==================================
Suaranya
sedikit serak dan matanya berkaca-kaca. Ia menuturkan betapa gembira
istri dan anak-anaknya waktu mereka diajak makan malam di sebuah
restoran . “Rasanya sudah lama sekali Thia, saya tidak
berbincang-bincang dengan istri dan anak-anak saya,” tuturnya.
“Sekali-sekali
makan di luar bersama keluarga sangat menyenangkan. Istri dan anak-anak
saya kelihatan sangat berbahagia. Anak-anak saya banyak bercerita
tentang berbagai kegiatannya dan juga banyak bertanya tentang berbagai
macam hal. “Yang terpenting, kata teman saya itu, biaya untuk
membahagiakan keluarga ternyata murah, tidak mahal”.
===================================
Saya terus menyimak apa yang dikatakan sahabat saya ini, saya ikut terharu atas perubahannya....
Lalu sahabat saya membandingkan dengan berbagai kegiatannya sebelumnya.
Saya
bukan pemabuk Thia, hanya sekali-sekali mabuk, kalau kelewat batas
meminum minuman beralkohol. Pada restoran sedikit di atas kelas
menengah, satu gelas single Whiskey dan Tequila adalah Rp 30.000. Kalau
ingin gaya sedikit, sebotol Champagne harganya lebih dari Rp 1 juta.
Bayangkan Thia “Dengan uang sebanyak itu, saya dapat membahagiakan istri
dan anak-anak saya untuk makan-makan di restoran lebih dari lima kali,”
katanya.
Saya juga bukan penyanyi Thia, tetapi suaraku lumayan
bagus. Sempat berfikir, “Kalau saya lelah jadi pengusaha, saya akan
menjadi penyanyi”. Tahu sendiri lah Thia, minum-minuman keras di
karaoke. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa ruang karaoke kelas VIP
adalah Rp 1 juta dan untuk lebih meriah ia menyewa pemandu lagu (PL)
dengan harga Rp 200.000 per jam.. “Seringkali saya kebablasan. Dari
ruang karaoke pindah ke kamar hotel”. Jumlah uang yang dihamburkannya
dalam semalam, menyamai gaji guru besar dalam sebulan.
“Itu
belum seberapa Thia,” katanya. Suaranya terdengar bangga namun terselip
ada nada pahit. “Pada diskotek yang elite dan mewah, pernah saya
menyewa hostes dua juta tiap jamnya. Dan Thia dapat memperkirakan berapa
besar uang yang harus saya bayar kalau saya membawa hostes itu ke kamar
hotel“.
Itu adalah bagian dari masa lalu saya Thia,” tambahnya.
“Kini saya kembali ke pangkuan keluarga. Kembali kepada istri dan
anak-anak saya.” “Mungkin inilah yang dinamakan hidayah,” katanya dengan
mata menerawang jauh. “Saya hampir bangkrut karena judi. Mula-mula
hanya iseng, recehan, seribu dua ribu rupiah, agar main gaplenya lebih
serius. Namun, sekali lagi saya kebablasan, sebagian perusahaan saya
sudah hilang dalam perjudian itu. Saya diselamatkan oleh rasa letih yang
luar biasa, saya istirahat dan berhenti berjudi sehingga tidak semua
perusahaan saya lenyap”.
“Hidup ini aneh Thia,” tambahnya. “Semua
yang saya lakukan dahulu itu, seperti mabuk-mabukan, melacur, dan
berjudi, adalah tiket menuju neraka yang menyengsarakan dan Thia tau
sendiri tiket itu sangat mahal harganya. Kenapa lumayan banyak orang mau
membeli tiket ke neraka yang harganya sangat mahal?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar