Sabtu, 07 Mei 2016

" BIK PARTI, MBOK PUK, DAN MAK NEM BUKAN KARTINI "



Ketika masih kecil dulu, Eyang pernah memberi saya kebaya warna merah . Jika dilihat-lihat, kebaya itu cantik. Apalagi ada sulaman bunga-bunga dengan benang perak, membuat kebaya itu kelap-kelip. Tapi saya paling tidak suka jika diminta memakai kebaya . Terasa Gatal! Kebaya itu tidak diberi furing untuk lapisan dalamnya, jadi sulaman benang-benang perak itu menggesek kulit. 

Sejak SMP hingga SMA momen Hari Kartini sebagai agenda yg membuat gelisah, harus bangun pagi-pagi sekali, pergi ke salon dekat rumah terus saya mesti memakai jarik yang membuat saya tidak bisa jalan cepat apalagi berlari. Yang paling repot, saya jadi sulit untuk Buang air kecil . Benar-benar merepotkan. 


Saya pernah bertanya kepada Eyang kenapa hari Kartini masih identik dengan memakai baju daerah. Bila membaca tulisan-tulisan Kartini, saya menilai dia lebih banyak membahas semangat anti feodalisme. Dia mempertanyakan mengapa perempuan Jawa banyak dibatasi oleh sekat adat istiadat sehingga tidak bisa bebas seperti perempuan Belanda. Dan dia melihat cara membebaskan diri dari sekat-sekat itu adalah lewat pendidikan. .

Hingga Suatu hari eyang mengajak saya menjenguk putri tetannga kami Bik parti yang menderita leukimia , Eyang berkata “ Bik Parti Itu Kartini Thia “ , ketika pulang di tengah jalan kami berpapasan dengan Mbok Puk salah satu pekerja di kebun kopi eyang, berjalan pulang dengan beberapa ikat kayu dipunggungnya, memang terkadang beberapa pekerja kebun mengumpulkan dahan atau ranting untuk dijadikan kayu bakar, beberapa ada yg mengumpulkan untuk dijual, Eyang berbincang – bincang sejenak dengan Mbok Puk kemudian selesai berbicara kami melanjutkan jalan kaki untuk pulang, danuntuk kedua kalinya eyang bilang “ Mbok Puk itu Kartini Thia “ . 

Sesampai dirumah , Eyang sudah di tunggum Mak Nem, tukang pijit langganan eyang, usianya mendekati 65 tahunan, gigi sudah ompong, maaf ada cacat di mata kiri sejak lahir, pakaiannya kebaya model kartini jaman dulu ditambah kain jarik, pakaian khas wanita jaman dulu. tak lupa di genggaman tangannya selalu ada rokok yang setia menemani. Melihat kedatangan kami rokokpun dimatikannya, dan segera jalan mundur untuk mengambil alat kerjanya minyak telon dan minyak kelapa untuk memijat. Sambil melirik saya, eyang hendak mengucapkan sesuatu tetapi akhirnya saya potong “ Mak Nem juga Kartini kan Yang... “ Eyang tersenyum sambil menjawab perkataan saya : Iya Mak Nem juga Kartini “

Sambil menunggu eyang dipijit , pikiran saya menerawang ke tiga sosok wanita Bik Parti, Mbok Puk, dan Mak Nem...

Bik Parti memang bukan kartini , iya hanya seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai kenek angkot, bekerja siang malam untuk pengobatan puterinya yang terkena leukimia, sudah 3 tahun suaminya meninggal, praktis dia menjadi tumpuan bagi putri satu –satunya. Ditengah lelahnya menjadi kenek angkot, disempatkannya membacakan cerita, melatih anaknya mewarnai , mengajarinya mengaji agar putrinya bisa belajar normal seperti lainnya

Mbok Puk juga bukan Kartini, wanita wonder woman dengan tujuh anak, dari penghasilnya bekerja dikebun dan hasilnya mengumpulkan kayu setidaknya mampu menyekolahkan anak –anaknya, pikirannya sangat sederhana agar anak – anaknya bisa baca tulis agar tidak bodoh seperti ibunya, badan bungkuknya tak menyurutkan niatnya untuk mencukupi segala kebutuhan anak – anaknya seorang diri tanpa pendamping hidup yang menemani

Mak Nem juga bukan bukan Kartini, penghasilannya yang tak menentu tak bisa membuat dia bisa mengantarkan anaknya dengan naik angkot setiap hari, boro – boro untuk naik angkot, untuk makan saja penghasilannya mjd tukang pijat belum tentu bisa, tapi tidak pernah dia mengeluhkan dirinya karena hampir setiap hari selepas subuh sudah berjalan puluhan kilo hanya untuk mengantarkan sekolah putrinya dengan cita – cita anaknya bisa bisa sekolah tidak menjadi tukang pijat seperti dirinya, dan beliau bangga saat ini anak yg digadang –gadangnya sudah menajadi guru TK profesi yang jauhh lebih baik baginya dari pada tukang pijat
.
======= 

Bik Parti, Mbok Puk dan Mak Nem memang bukan kartini , mereka juga bukan pahlawan perempuan, bukan seseorang yang dilahirkan untuk mendengar saudara – saudara perempuan kita dijual..menjual dirinya ..kehormatannya..anaknya untuk sebuah materi, bukan orang yg dilahirkan untuk mendengar dan melihat perempuan Indonesia mengalami kekerasan Rumah Tangga. bukan untuk mendengar dan melihat perempuan Indonesia disiksa di negara orang untuk memberikan keuntungan pada Negara kita, bukan aktivis perempuan, buka menteri pemberdayaan perempuan, atau juru selamat kaum perempuan. Tapi cita – cita mereka dan semangatnya sama dengan Kartini menyelamatkan kehormatan dengan mengorbankan jerih payah dan segalanya agar anak – anaknya bisa belajar

Kini saya mengerti mengapa kita selalu memperingati hari Kartini, bukan bermakna pada pakaian adat yang kita gunakan . Melainkan memahami bahwa memang Kartini dilahirkan bukan tanpa alasan. Kartini dilahirkan bukan untuk mengajarkan perempuan menjadi pria, Kartini mengajarkan kita bagaimana menempatkan diri sebagai perempuan. .Kartini ditakdirkan sebagai perempuan Jawa yang dibatasi banyak hal dalam menentukan mimpi, hidup, dan masa depannya. Namun Kartini dilahirkan untuk membuktikan pada kita bagaimana cara bersykur pada Tuhan apapun takdir kita. Kartini dilahirkan untuk menghentikan keluhan kita atas keterbatasan yang seharusnya bukan milik kita, Kartini dilahirkan untuk membuktikan kekuatan sebuah keyakinan, sebuah cita-cita, serta sebuah usaha dalam meraih mimpi. Kartini dilahirkan sebagai bahan pelajaran untuk kaum perempuan Indonesia di masa mendatang

SELAMAT HARI KARTINI SRIKANDI –SRIKANDI INDONESIA

( Thia, 21 Aprl 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar