Semacam ada ketenangan tersendiri ketika bersama mereka
bercanda, bermain, memeluk dan menyapu air mata mereka, hmmm… senang rasanya
melihat sesungging senyum dari bibir mungil dan terkadang sebuah ciuman
mendarat di pipi saya ketika saya memberikan hadiah yang tak seberapa nilainya
dan sungguuuuh…….., mereka memang malaikat-malaikat kecil pelipur lara.
Ingatan saya kembali melayang, kurang lebih enam tahun
silam, ketika kami menemukan “bayi mungil” tergeletak di samping
tong sampah dalam kardus air mineral
dengan berbungkus kain berwarna hijau lusuh. Malam itu suara tangisan kecilnya
memecah kensunyian dan tak heran penghuni Yayasan di buat bingung mencari asal
muasal suara tangisan bayi itu. Entah siapa orang tuanya yang begitu tega
meletakannya di tengah malam hanya berbungkus kain yang sangat tipis. Bayi
mungil itu begitu kedinginan (hipotermia), seluruh tubuhnya hampir saja membiru,
rengek an kecilnya membuat kami teriris iris serasa begitu menyayat hati. Ya…..
dialah “my litlle angel Aisya’h ( Ais).
Siapa yang menyangka kini setelah enam tahun dia tumbuh menjadi
anak yang cerdas, pintar dan sholeh. Meskipun sangat belia Aisyah memiliki hati
yang begitu lembut dan meneduhkan, tatapan matanya ceria, namun tutur katanya sarat
dengan ketegaran dan bahkan setiap ucapannya terdengar lebih bijaksana di
antara anak-anak seusianya. Aisyah menjadi mutiara di Yayasan dan kami semua
sangat menyayanginya. Dia pun tumbuh bersama saudara–saudaranya yang lain yang
bernasib sama.
Memang di Yayasan yatim piatu kami, tidak hanya menerima
mereka yang tak berayah dan beribu, tetapi malaikat–malaikat kecil lainnya yang
berkebutuhan khusus dan mereka bersama layaknya sebuah keluarga besar.
Tiada orang tua, keluarga, dan keterbatasan fisik menjadikannya tegar.
Entahlah…, apakah saya juga
setegar mereka tapi karena malaikat kecil itulah saya bisa kuat, tangan-tangan
kecil mereka menjadi obat saya ketika hati saya gundah, sentuhan mereka di
tubuh saya meluruhkan semua kesedihan saya, pelukan -pelukan yang membuat saya
terlupa akan kepergian orang–orang yang saya sayangi. Semoga bisa membahagiakan
mereka sebelum nyawa terlepas dari raga ini…
Pernah suatu kali saya
bercakap-cakap dengan Aisyah dan terucap dari perkataannya “Ais pengen jadi
dokter seperti bunda”. “Kenapa Ais pengen jadi dokter”? tanyaku balik.
“Ais pengen bisa menolong banyak
orang bunda…”, ungkapan polos Ais
“Trus “?............ aku selaku memancing
percakapan.Ais terdiam untuk beberapa saat
dan saya berusaha membalikkan tubuh
mungilnya menghadap saya.
“Bunda“….Ais pengen menyembuhkan teman–teman yang buta, biar mereka bisa melihat pelangi, matahari, bunga, kupu – kupu, Ais pengen membelikan tongkat buat teman yang tak punya kaki biar mereka bisa jalan, Ais juga pengen membelikan mic untuk teman aisyah yang tidak bisa dengar, siapa tau bunda kalo ngomongnya pakai mic mereka bisa mendengar (Subahanalah.. malaikat kecilku )……..”
Saya peluk Asiyah erat, tak
terasa airmata saya luruh juga…betapa tulus kata-katanya, “InshaAllah Aisyah
bisa menjadi dokter sayang”… Itulah yang saya bisikan ditelinganya…”
Sembari memeluk Aisyah..saya
merenung kembali ternyata setiap anak kalau diasuh dengan kasih saying mereka
akan tumbuh kembang dengan sempurna dan saya teringat almarhum ibu yang belum
pernah saya lihat, saya hanya mendengar cerita selama kehamilan saya ibu sangat
menyayangi saya, ibu yang rela terbangun malam untuk berdoa bahkan menyiapkan
sebuah nama cantik untuk saya di hari saat dia meninggal.
Dan saya juga mengingat Ayah
saya,….. Ayah yang saya peluk erat ketika saya bersedih, Ayah yang yang selalu
menenangkan saya ketika saya gundah, Ayah yag menjadikan saya wanita yang tegar,
Ayah yang menyediakan pangkuannya setiap saya menangis, Ayah yang jemari
tangannya menyentuh dan mengusap lembut kepala saya setiap saya mengharapkan
do’a darinya.’ Dan Ayah yang menyediakan segudang maaf penuh keikhlasan setiap
kenakalan saya dan ayah yang menjadi ibu bagi saya..
You are my little angel Aisyah,
I love you..
(Thia, 6 Maret 2015)