“……Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya”.“Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah”. (QS. Fathir: 11)……”
Dalam tiap fase kehidupan
itulah Allah menganugerahkan fasilitas gratis yaitu umur yang nilainya takkan
sebanding dengan apa pun. Terlebih jika umur itu dikerahkan untuk melakukan
hal-hal terbaik untuk Allah juga sesama guna menghadapi pertemuan dengan-Nya
kelak.
Pertemuan dengan Allah diawali
dengan berakhirnya jatah usia manusia di alam dunia. Sebagaimana kita tahu,
kematian tidak dapat dipercepat apalagi ditangguhkan. Sejauh apa pun kaki
melangkah, setinggi apapun benteng tempat persembunyian, seterpencil manapun
kita hijrah ke suatu negeri, tetap ada fase kehidupan yang tidak bisa kita
hindari; kematian.
Kematian bak final dari setiap perlombaan yang
kita ikuti selama di dunia— hanya saja, perlombaan untuk berbuat hasanah atau
maksiat—itu diserahkan sepenuhnya kepada hamba itu sendiri. Sebab hidup ialah
memilih. Jalan mana yang semestinya kita pilih, harus dipertimbangkan secara
matang agar penyesalan tidak timbul di kemudian hari.
“Orang yang terbaik di antara kamu bukanlah orang yang meninggalkan dunianya untuk akhirat dan yang meninggalkan akhiratnya untuk dunianya. Sesungguhnya, dunia ini ialah bekal ke akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia”. (HR. Ibnu Asakir)
“Perbanyak mengingat
kematian”, begitu Rasulullah SAW memberikan anjuran kepada umatnya. Sebab,
dengan mengingat kematian, kikislah perasaan tamak terhadap harta, tahta, dan
cinta yang berlebih kepada sesama. Kesadaran penuh akan makna kematian, jika
sudah menusuk ke relung hati, juga akan menghadirkan perasaan cukup (qanaah)
dan penyerahan diri secara total kepada Allah (tawakal).
Jika kita sepakat bahwa semua
milik Allah (Inna Lillah) serta semua akan kembali kepada Allah (Ilaihi
Raji’un), maka nampaknya sudah jelas tugas kita di dunia. Rezeki, kematian,
jodoh, semua sudah dirancang sedemikian rapi oleh Allah, namun dengan tetap
berikhtiar kepada-Nya.
Jika umur adalah amanah Allah, maka Allah jualah yang akan mengambil titipannya—sesuai waktu yang masih menjadi rahasia-Nya. Tetapkan rasa syukur jika mendapatkan apa yang kita kehendaki, dibarengi dengan rasa sabar jika apa yang kita kehendaki, belumlah Dia wujudkan hingga saat ini.
Dengan syukur dan sabar, maka
hidup semakin berarti. Wallahu a’lam.
(Thia,5 Januari 2014)