Rabu, 13 April 2016

KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW




A
minah binti Wahab ditinggal oleh suaminya Abdullah, saat sedang      mengandung “Muhammad”. Selama hamil ia tida merasa sakit dan tidak   kelelahan “Aku tidak merasa sedang hamil, tidak pula merasa lelah seperti biasa dialami wanita hamil. hanya aku heran mengapa haidku berhenti“, kata Aminah.

Di hari Senin, saat Aminah sedang setengah sadar, seorang mendatanginya dan bertanya “Apakah engkau sedang merasa hamil”? Aminah pun menjawab aku tidak tau”. “Engkau sedang mengandung bayi yang kelak akan menjadi pemimpin dan nabi bagi umat ini. Apabila bayimu lahir ucapkanlah “Aku mohonkan perlindungan baginya kepada yang Maha Esa dari kejahatan setiap pendengki dan namai lah dia Muhammad”.

Tepat lima puluh hari setelah peristiwa penyerbuan pasukan gajah ke Ka’bah, usia kandungan Aminah telah mencapai sembilan bulan. Detik demi detik kelahiran sang buah hati kian mendekat. Aminah merasakan ada yang bergerak-gerak cepat di dalam perutnya. Semakin lama gerakannya semakin kuat. Aminah tak kuasa menahan sakit, ia segera berbaring di tempat tidur. Keringat mengucur deras dari tubuhnya, tangannya mencengkeram kain selimut, menahan rasa sakit yang teramat sangat. Tak lama berselang, keluarlah tangisan bayi yang memecah kesunyian Ka’bah, saat itu keluarlah sosok Muhammad dari rahim Aminah. Hari itu Senin, 12 Rabiulawal Tahun Gajah.

Aminah segera mengirim utusan ke Abdul Muthallib untuk mengabarkan kelahiran cucunya. Begitu mendapat kabar itu Abdul Muthallib segera menjenguknya. Setibanya di rumah Aminah ia menyaksikan pemandangan menakjubkan. Tembikar tempat bayi Muhammad diletakkan, tiba–tiba terbelah dua. Abdul Muthallib segera menimang cucunya. Dia tau kelak       Muhammad akan menjadi manusia besar. Sang kakek langsung memboyong cucunya itu masuk Ka’bah, seraya berdoa dan bersyukur kepada Allah.

Abdul Muthallib dan Aminah begitu bahagia dengan kehadiran Muhammad, keduanya tidak pernah berhenti menimang Muhammad kecil. Senyum kebahagiaan tersungging di kedua bibir mereka. Namun, kegembiraan itu harus segera di akhiri untuk sementara. Bayi yang mungil dan lucu itu harus segera dicarikan wanita yang dapat menyusuinya.

Aminah berdiri mematung di pintu rumahnya sambil menggendong          Muhammad kecil. Sudah cukup lama ia di sana, menunggu wanita dari     kabilah Bani Sa’ad yang akan menjadi ibu susu anaknya. Namun, tak satupun rombongan wanita itu mendekatinya. Mereka enggan menyusui Muhammad kecil karena sang bayi hanyalah anak yatim. Sementara mereka sendiri sedang mengalami kesulitan ekonomi dan butuh makanan dan harta untuk menyambung hidup.

Aminah tetap tegar berdiri. Tidak lama datanglah Halimah menghampiri Aminah “Izinkan aku menjadi ibu susuannya“ ujar Halimah kepada Aminah. Halimah membawa bayi Muhammad pergi ke kampung halamannya dengan manaiki unta. Dia memangku Muhammad kecil. Di tengah perjalanan, ketika hendak menyusui sang bayi, seketika air susunya terasa penuh. Ia pun menyusui Muhammad hingga kenyang. Anaknya yang selalu menangis kelaparan sepanjang perjalanan, juga disusuinya hingga tertidur pulas. Ketika sang suami menghampiri untanya, ia mendapati puting susu unta itu penuh air susu. Ia pun memerah susu itu kemudian diminum bersama istrinya sampai puas, lalu mereka tidur pulas malam itu. 

Saat keduanya kembali ke desa bani Sa’ad, Halimah menunggangi unta itu bersama Muhammad kecil, anehnya, unta yang semula tak mampu bergerak cepat, sekarang bisa berlari kencang, hingga tak satupun unta lain mampu menyusul. Mereka sampai di desa lebih cepat. Setelah sampai di desa mereka yang kering karena panceklik mereka mendapati domba–domba mereka dalam keadaan gemuk dan penuh dengan susu. Keduanyapun memerah susu domba mereka. Padahal saat itu tak ada seorang pun di desa itu yang bisa memerah susu.
 
(Thia, 3 Januari 2015)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar