Sudah hampir seminggu saya
berada di Amerika. Rasanya seperti pertama kali menginjakkan kaki di negeri
Paman Sam ini, walaupun tidak asing tetap saja saya masih membutuhkan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Sangat beruntung tempat saya tidak terlalu
jauh dengan Islamic Center, setidaknya saya masih mendengar suara adzan
meskipun sayup–sayup. Jangan di bayangkan Islamic Center disini semegah Islamic
Center yang ada di Indonesia, Mesir atau negara-negara Islam lainnya. Tempat
itu tidak begitu besar berbentuk persegi berlantai dua. Dindingnya terbuat dari
kayu bercat putih sungguh klasik dan sejuk. Ruang perseginya menawarkan hangat kebersamaan persaudaraan muslim
rantau. Meskipun tidak ada larangan untuk mengumandangkan Adzan tetapi di
Negeri ini suara Adzan tidak senyaring suara adzan di Indonesia, hanya diizinkan
untuk di dengar jamaah di Masjid tersebut.
Tak lama kemudian jam digital
di muka mimbar menunjukkan waktu
Maghrib tiba. Seorang pria berwajah Timur Tengah berdiri lalu ia
kumandangkan adzan dengan mikrofon. Suara adzan itu lembut terdengar walau
hanya dalam ruangan berukuran kira-kira 10 x 10 m itu. Saya terduduk bersama
beberapa jamaah yang lain.
Tak lama ada rasa berbeda yang
perlahan menyelinap dalam hati. Rasa rindu akan tanah air dan adzan yang
wara-wiri tiap waktu shalat tiba. Tak ada lagi adzan di luar ruangan ini walau
saya berlari ke seluruh penjuru mata angin berkilometer jauhnya. Ada keharuan
melanda kalbu dan saat itu manislah terasa menjadi muslim di negeri orang.
Kalimat tauhid menjadi kita kuat membuncah dalam hati, menuju tenggorokan dan
berakhir di kelenjar air mata.
Punggung saya di tepuk dari
belakang oleh seorang perempuan yang tidak saya kenal, “Berbukalah ukhti, ana
tau antum sedang shaum”.
Ya Allah Ya Rabb, terima kasih
atas adzan yang kau beri hari ini. Syukur Alhamdulillah atas karunia nikmat
yang telah Kau berikan, Kami pun makan beberapa biji kurma dan kemudian berdiri
menegakkan punggung tiga kali. Kami
menikmati kemerdekaan karena kami ber-Islam.
“Alhamdulillah … Alhamdulillah … Alhamdulillah Ya Rabb … “
(Thia, 25 Desember 2014)